Teori-teori Neo Freudian
Banyak ahli teori kepribadian yang membuat teorinya
berdasarkan pengalaman klinis dengan pasien telah mencoba dan memperkembangkan
gagasan-gagasan psikoanalitik. Disebut
neo-Freudiann karena pada umumnya mereka merupakan murid dari Freud dengan
pengembangan-pengembangan teori yang mereka pahami tentang kepribadiam.
Carl Jung
Carl Gustav Jung (1875-1961), seorang psikiater Swiss yang
semula dipandang orang sebagai pewaris teori psikoanalitis Freud namun kemudian
memisahkan diri dari Freud pada 1912.
Jung tidak dapat menerima pendapat Freud bahwa libido itu sepenuhnya
diwarnai kenikmatan seksual dan juga terhadap penekanan pada masa
kanak-kanak. Jung seringkali dihubungkan
pada pandangan bahwa manusia pada dasarnya mewakili ketidaksadaran kolektif,
yang tetap memegang teguh nenek moyangnya, hubungan antar mereka jaman dulu,
dan pengalaman-pengalaman mereka.
Kenangan itu, menurut Jung, menimbulkan bayangan-bayangan seperti
orangtua bijaksana, tanah tumpah darah yang menyuburkan impian, delusi dan
khayalan.emosi dari ketidaksadaran ini menimbulkan symbol dan bayangan yang
oleh Jung disebut Archetype. Dan
arketipe ini dimiliki oleh semua manusia yang misalnya muncul dalam fantasi,
mimpi, delusi. Syair doa, mitos dan
pernyataan keagamaan menurut Jung dipandang bersumber dari ketidaksadaran
kolektif ini. Jung mengasumsikan bahwa
orang dilahirkan dengan ketidaksadaran pribadi, yaitu kenangan pribadi yang
direpresi.
Alfred Adler
(1870-1937)
Adalah seorang psikiater Austria. Dia juga soerang murid Freud yang melepaskan
diri. Sama seperti Jung, Adler juga
berpendapat bahwa penekanan pada faktor seksualitas adalah berlebihan. Adler menekankan pentingnya peranan
lingkungan terhadap orang-orang ddan berpendapat bahwa kepribadian pada dasarnya adalah kepribadian social dan
bahwa perasaan rendah diri itu sebetulnya pusat motivasi manusia. “saya mulai melihat dengan jelas sekali bahwa
dalam setiap gejala alam terdapat kecenderungan untuk meraih superioritas. Cetusan dari minus ke plus tidak akan pernah
berhenti, desakan dari bawah ke atas tidak akan pernah berhenti. Menurut Adler, perasaan rendah diri itu
meningkat dalam kadarnya untuk mengimbangi kegagalan, dan hal ini berguna bagi
kita untuk mencapai tujuan dan perasaan inilah yang membentuk gaya hidup yang
unik pada setiap orang.
Karen Horney
Dia adalah seorang psikoanalisis yang lahir di Jerman
(1885-1952). Dia belajar di Jerman
sebagai salah satu murid Freus, dan memperoleh pelajaran psikoanalisis dan
kemudian menjadi berpengaruh pada lingkungan psikoanalitik Amerika. Sama seperti Adler, Horney juga menekankan
konteks social bagi perkembangan seseorang.
Dia juga meninggalkan teori Freud tentang energy. Horney berpendapat bahwa pengalaman yang sangat
bermacam-macam selama masa kanak-kanak memberikan pola/cirri kepribadian dan
konflik-konflik yang berbeda pula. Dia
sangat menekankan efek perasaan yang mengganggu dari keterasingan dan
ketidakberdayaan. Dan emosi ini terus menerus
berkembanga selama interaksi dini anak-orangtua, yang menghambat perkembangan
psikologis anak.
Harry Stack Sullivan.
Sama seperti Horney dan Adler, Hary Stcak Sullivan seorang
psikiatris Amerika juga menekankan pengaruh social. Dia berpendapat bahwa perilaku yang diterima
ataupun perilaku yang menyimpang sebenarnya dibentuk oleh interaksi yang
terjadi antara anak dan orangtua.
Sullivan mempelajari bagaimana kita membentuk sikap tentang diri kita
sebagai “saya yang baik” dan “saya yang jahat”.
Dia membuat hipotesis bahwa manusia sebenarnya didorang oleh dua
kebutuhan: kebtuhan yang berorientasi pada keamanan dan yang berorientasi pada
biologis.
Erikson lahir tahun 1902, ia adalah seorang psikoanalisis
AMerika dengan latar belakang internasional.
Dia memperluas sekaligus merumuskan kembali teori Freud dalam
perkembangan. Rumusan-rumusan menekankan
implikasi social dan psikologis dan meneropong masa dewasa. Menurut Erikson.
kepribadian terbentuk ketika sesorang melwati tahap psikososial sepanjamng
hidupnya, Pada setiap tahap, selalu ada konflik yang harus dihadapi dan
diatasi. Untuk setiap pertentangan itu,
selalu ada pemecahan yang negaitf dan
pemecahan yang positif.
Ketika Erikson melihatnya, konflik-konflik tersebut sudah
ada sejak seseorang dilahirkan, tetapi pada saat-saat tertentu dalam siklus
kehidupannya, konflik tersebut menjadi dominan.
Pemecahan yang positif akan menghasilkan kesehatan jiwa yang baik
sementara pemecahan yang negative akan membentuk penyesuaian diri yang
buruk. Setiap pemecahan terhadap konflik
bergantung pada seberapa jauh ia berhasil memecahkan persoalan dan segera. Pengalaman yang kemudianmenguntungakn atau
tidak, masih dapat mengubah kesehatan jiwa tersebut.
Selama tahun pertama, kanak-kanak mengalami konflik antara
percaya atau tidak percaya (trus-mistrust).
Pada saat itu, hubungan bayi dengan ibu menjadi sangat penting. JIkalau ibi member kehangatan, menyusuinya,
memeluk, dan berbicara dengannya, maka si bayi akan memperoleh kesan bahwa
lingkunganny dapat menerima dirinya secara hangat dan bersahabat (inilah landasan
pertama untuk rasa percaya). Sebaliknya
kalau ibunya tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi, maka dalam diri bayi akan
timbul rasa ketidakpercayaan terhadap lingkungannya.
Sejajar dengan tahap anal Freud, selama tahun kedua,
anak-anak menghadapi tantangan kedua, yaitu otonomi melawan ragu atau
malu. Pada usia ini kemampuan anak akan
berkembang sangat cepat. Mereka senang
berlari, mendorong, menarik, memegang seseuatu lalu melepaskannya lagi. Bila orangtua selalu memberikan dorongan pada
anak agar dapat “ berdiri di atas kakinya sendir” sambil melatih
kemampuan-kemampuan anak, maka anak akan mampu mengembangkan pengendalian
terhadap otot tubuhnya yang berarti penegendalian diri sendiri (otonom). Sebaliknya bola orangtua menuntut terlalu
banyak dan terlalu cepat atau malah mencegah anak kecil ini menyelidiki
lingkungannya, maka si anak akan mengalami rasa malu dan keraguan.
Anak usia 3-5 tahun sangatlah aktif. Mereka suka berlari, berkelahi dan
memanjat. Mereka suka sekali bila harus
menantang lingkungan. Dengan menggunakan
bahasa, fantasi, khayalan, dia memperoleh penghargaan diri. Apada usia ini, anak biasanya menghadapi
konflik antara inisiatif dan rasa bersalah (inisiative vs guilty). Bila orangtua berusaha mengerti anak,
menjawab pertanyaan anak dan menerima keaktifan anak dalam bermain, maka anak
ini akan belajar mendekati apa yang diinginkan, dan perasaan inisiatif akan
semakin kuat. Bila orangtua kurang
mengerti, kurang sabar, suka menghukum dan berpendapat bahwa bemain, bertanaya,
dan kegiatan anak lainnya tidaklah berguna maka si anak akan mengembangkan rasa
bersalah dan tidak menentu sehingga menjadi enggan untuk melakukan inisiatif
atas apa yang ia inginkan.
Pasa usia 6-11 tahun anak memasuki dunia yang baru, yaitu
dunia sekolah dengan segala aturan dan tujuan, keterbatasan, dan
keberhasilan. Di sekolah, anak belajar
bahwa dirinya dapat mengerjakan sesuat dan harus menghadapi tuntutan /konflik
kerajinann dan rasa rendah diri. Bila
seorang anak merasa bahwa dia tidak mampu dan tidak terampil, dan mahir seperti
teman sebayanya maka dia akan membentuk perasaan rendah diri. Anak yang sukses biasanya memiliki perasaan
yakin diri dan kenikmatan dalam melakukan keterampilan.
Selama masa remaja, muncullah krisis identitas yang bila
tidak diatasi akan menimbulkan kebingungan peran. Anak-anak remaja dituntu untuk membentuk
bayangan diri yang beragam, sebagai anak muda, sahabat, pelajar, pemimpin,
pekerja, pria atau wanita. Kesemuanya
itu harus disatukan,, ditambah lagi dengan dia harus memilih karier dan gay
hidup pada masa depan. Bila remaja
sudah memperoleh pemuasan kebutuhan
kepercayaan, otonomi, inisiatif dan ketrampilan, ia akan mengembangkan
identitas diri dengan lebih baik. Tetapi
bila krisis-krisis sebelumnya menumpuk dan tak teratasi, remaja akan berkembang
dengan perasaan keraguan tentang siapakah dirinya dan untuk apa semuanya ini?
Erikson amat yakin bahwa persoalan-persoalan remaja, sebagian besar menyangkut
masalah identitas diri.